MAKALAH
Dosen Pembimbing: Hauda Mas
M.Pdi
Di Susun Oleh:
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU KEISLAMAN ZAINUL HASAN
GENGGONG-KRAKSAAN
PROBOLINGGO
2017
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala
puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, kareana dengan
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ HADIST MUTAWATIR “.Pada kesempatan ini kami ucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing dan sudi membagi ilmunya
kepada kami sehingga dapat terselesaikannya makalah ini. Tak lupa juga kami
ucapakan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari berbagai pihak.Sebagai
manusia biasa, kami berusaha dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin, dan
sebagai manusia biasa juga kami tidak luput dari segala kesalahan dan
kekhilafan dalam menyusun makalah ini.
Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi kami dan
umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan.Amin.
Syukran jaziran , semoga makalah yang
kami buat ini bermanfaat dalam kehidupan semua khususnya buat kami. Dengan
harapan ridho Allah dan syafaat Rosulullah
JazakumullahKhoirol
jaza’ Fii Daroini,Amin
Kraksaan, 29 Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................I
Daftar Isi……………………………………………………..…………………………….II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang....................................................................................................III
B. Rumusan Masalah................................................................................................IV
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................IV
BAB II PEMBAHASAN
A.
Apa Pengertian Hadist
Mutawatir.........................................................................5
B.
Macam- Macam
Hadist Mutawatir........................................................................7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.........................................................................................................10
B.
Saran…………………………………………………………………………………....11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Eksistensi hadis sebagai sumber hukum
Islam yang kedua setelah Al-Qur’an tidak dapat diragukan lagi. Namun karena
proses transmisi hadis berbeda dengan proses Al-Qur’an, maka dalam proses
penerimaannya tentu mengalami berbagai persoalan serius yang membedakannya
dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an tertransmisi
kepada ummat Islam dengan cara mutawatir. Selain itu, dari sisi
kodifikasi, masa pengkodifikasian hadist jauh lebih lama setelah Nabi wafat
dibandingkan dengan Al-Qur’an.Hadist dikodifikasi pada awal abad kedua
Hijriyah, sedangkan Al-Qur’an sudah dibukukan pada sekitar tahun 22 Hijriyah.Disinyalir
pula, sebelum Nabi wafat, posisi dan sistematika Al-Qur’an telah tersusun
dengan bak. Kondisi ini sangat berbeda dengan apa yang dialami hadist.
Untuk kepentingan netralisasi dan
sterelisasi hadist, dalam proses dan perkembangan selanjutnya para ulama hadist
melakukan upaya serius berupa penyeleksian terhadap hadist dengan menilai para
perawi hadist dari berbagai thabaqat secara ketat. Setelah proses ini pun
dilalui, hadist tidak secara otomatis selamat dan langsung dipakai atau dijadikan
rujukan dalam penetapan hukum Islam. Hadist terus dievaluasi sehingga nyaris
tidak ada suatu disiplin ilmu yang tingkat kehati-hatiannya dalam merujuk
sumber, seteliti seperti yang dialami ilmu hadist.Para filosof misalnya, sering
merujuk pendapat Plato dan Aristoteles dalam berbagai bentuknya. Tetapi sedikit
yang dapat ditemukan dari berbagai pendapat itu yang struktur transmisinya
dapat dipertanggung jawabkan sehingga abash bahwa pendapat itu betul bersumber
dari Plato atau Aristoteles.
Kondisi demikian, sekali sangat berbeda
dengan struktur transmisi hadist.Ulama demikian ketat melakukan seleksi
terhadap hadist.Setelah diukur dari sisi bilangan sanad yang menghasilkan
hadist mutawatir dan ahad dengan berbagai pencabangannya. Oleh karena itu,
dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang Hadist Mutawatir,
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pemgertian Hadist Mutawatir
2.
Apa Saja Syarat-Syarat Hadist Mutawatir
3.
Apa Hukum Hadist
Mutawatir
4.
Dimana Keberadaan Hadist Mutawatir
5.
Ada Berapa Macam-Macam Hadist Mutawatir
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui Pengertian Hadist Mutawatir
2.
Mengetahui Syarat-Syarat Hadist Mutawatir
3.
Mengetahui Hukum Hadist Mutawatir
4.
Mengetahui Tingkatan Hadist Mutawatir
5.
Mengetahui Macam-Macam Hadist Mutawatir
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadist Mutawatir
1.
Pengertian
a. Menurut
bahasa, kata al-mutawatir adalah isim fa’il berasal dari mashdar
”al-tawatur´ semakna dengan ”at-tatabu’u” yang berarti berturut-turut
atau beriring-iringan seperti kata “tawatara al-matharu” yang
berarti hujan turun berturut-turut.
b. Menurut
istilah, hadis mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi
pada semua thabaqat (generasi) yang menurut akal dan adat kebiasaan tidak
mungkin mereka bersepakat untuk
berdusta.[1][1]
Dalam ilmu Hadist maksudnya ialah
hadist yang diriwayatkan dengan banyak sanad yang berlainan rawi-rawinya serta
mustahil mereka itu dapat berkumpul jadi satu untuk berdusta mengadakan hadist
itu.
Pengertian di atas, kalau kita
pecah-pecah akan terdapat tiga syarat bagi Mutawatir yaitu:
a.
Mesti banyak sanadnya.
b.
Mesti sama banyak rawinya dari permulaan sanad-sanad sampai
akhir sanad-sanad, umpamanya: dipermulaan sanad yang mencatat 50 orang, maka
dipertengahan sanadnya, sedikitnya mesti 50 rawi dan diakhir sanad sahabat yang
mendengar dari Nabi SAW pun sedikitnya mesti 50 orang.
c.
Mesti menurut pertimbangan akal bahwa tidak bias jadi
rawi-rawi itu berkumpul bersama-sama, lalu mereka berdusta mengatakan itu sabda
Nabi kita, maupun berkumpulnya itu dengan disengaja atau kebetulan.[2][2]
2.
Syarat-syarat Hadist Mutawatir
Dengan definisi di atas, dipahami bahwa
suatu hadist bias dikatakan mutawatir
apabila telah memenuhi 4 syarat, yakni:
a. Jumlah
perawinya harus banyak. Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan jumlah
minimalnya dan menurut pendapat yang terpilih minimal sepuluh perawi.
b. Perawi
yang banyak ini harus terdapat dalam semua thabaqat (generasi) sanad.
c. Secara
rasional dan menurut kebasaan (adat), para perawi-perawi tersebut mustahil
sepakat untuk berdusta.
d. Sandaran
beritanya adalah panca indera dan itu ditandai dengan kata-kata yang digunakan
dalam meriwayatkan sebuah hadist, seperti kata: سمعنا (kami telah mendengar), رأينا (kami telah
melihat), لمسنا (kami telah menyentuh) dan lain sebagainya. Adapun jika
sandaran beritanya adalah akal semata, seperti: pendapat tentang alam semesta
yang bersifat huduuts (baru), maka hadist tersebut tidak dinamakan
mutawatir.
3.
Nilai Hadist Mutawatir
Hadist mutawatir itu mengandung nilai “dlaruriy”.Yakni
suatu keharusan bagi manusia untuk mengakui kapasitas kebenaran suatu hadist,
seperti halnya seseorang yang telah menyaksikan suatu kejadian dengan mata
kepala sendiri.Bagaimana mungkin dia ragu-ragu atas kebenaran sesuatu yang
disaksikan itu?Demikian juga dengan nilai hadis mutawatir, semua hadist mutawatir
bernilai maqbul (dapat diterima sebagai dasar hukum) dan tidak perlu
lagi diselidiki keadaan perawinya.[3][3]
4.
Hukum
Hadist Mutawatir
Hadist mutawatir mengandung hukum qath’I
al tsubut, memberikan informasi yang pasti akan sumber informasi tersebut.
Oleh sebab itu tidak dibenarkan seseorang mengingkari hadist mutawatir, bahkan
para ulama menghukumi kufur bagi orang yang mengingkari hadist mutawatir.
Mengingkari hadist mutawatir sama dengan
mendustakan informasi yang jelas dan pasti bersumber dari Rasulullah.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa
penerimaan hadist mutawatir tidak
membutuhkan proses seperti hadist ahad. Cukup denga bersandar pada jumlah, yang
dengan jumlah tersebut dapat diyakini kebenaran khabar yang dibawa. Seperti
buku sejarah yang menginformasikan bahwa ada sahabat nabi yang bernama Umar bin
Khattab, sekalipun kita belum pernah melihatnya namun kita tetap yakin bahwa info tersebut
benar.
5.
Keberadaan Hadist Mutawatir
Ibnu Shalah berpendapat bahwa hadist
mutawatir jumlahnya tidak banyak. Pendapat ini dibantah keras oleh Ibn Hajar,
“orang yang mengatakan bahwa hadist
mutawatir jumlahnya sedikit, berarti dia kurang serius mengkaji hadist”.
Para ulama kemudian berusaha mengakurkan
dua pendapat ini.Apabila yang dimaksud oleh Ibn Shalah adalah hadist mutawatir
lafdzi, maka pendapat itu ada benarnya, karena keberadaan hadist mutawatir
lafdzi realitanya memang tidak banyak.Ibn Hajar tatkala mengatakan bahwa hadist
mutawatir jumlahnya banyak, juga ada benarnya, jika yang dimaksud adalah hadist
mutawatir maknawi atau mutawatir secara umum.[4][4]
B.
Macam-macam Hadist Mutawatir
Hadist mutawatir
terdiri dari 3 macam, yakni :
1.
Hadist Mutawatir Lafdzi
Lafdzi artinya secara lafadz. Jadi Mutawatir Lafdzi itu
ialah Mutawatir yang lafadz hadistnya sama atau hampir bersamaan atau hadist
mutawatir yang berkaitan dengan lafal perkataan Nabi. Artinya perkataan Nabi
yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang banyak.
Contoh :
من كذب علي متعمدافليتبوأمقعده من النار
Artinya :Barang siapa berdusta atas
(nama)-ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari
neraka
Keterangan :
1) Hadist
ini diriwayatkan orang dari jalan seratus sahabat Nabi SAW.
2) Lafadz
yang orang ceritakan hampir semua bersamaan dengan contoh tersebut tersebut,
diantaranya ada yang berbunyi begini :
من تقول علي مالم اقل فليتبوأ مقعده من
النار (ابن ماجه)
Artinya : Barang siapa mengada-adakan omongan atas (nama)-ku
sesuatu yang aku tidak pernah katakan, maka hendaklah ia mengambil tempat
duduknya dari neraka (Ibnu Majah)
Dan
ada lagi begini :
ومن قال علي مالم اقل فاليتبوأ مقعده من
النار (الحاكم)
Artinya : Danbarang siapa berkata atas
(nama)-ku sesuatu yang aku tidak pernah katakan, maka hendaklah ia mengambil
tempat duduknya dari neraka (Hakim)
Maknanya semua sama. Perbedaan lafadz
itu timbulnya boleh jadi karena Nabi mengucapkannya beberapa kali.
3) Dari
ketiga contoh itu, tahulah kita bahwa yang dinamakan Mutawatir Lafdzi tidak
mesti lafadznya semua sama betul-betul.
4) Hadist
tersebut diriwayatkan oleh berpuluh-puluh imam ahli hadist, diantaranya:
Bukhari, Muslim, Darimy, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tarmidzi, Ath-Tajalisy, Abu
Hanifah, Cobalah perhatikan 10 gambaran sanad di atas, diantara rawi-rawinya
tidak ada seorang pun yang sama, semua berlainan.
5) Selain
dari hadits tersebut, ada banyak lagi yang temasuk dalam mutawatir lafdzi,
sebagaimana kata imam Sayuti
Berikut ini disebutkan enam hadist :
نضر الله امرء سمع
مقالتي فوعاها وحفظها وبلغها (رواه الترميذي)
Artinya : Mudah-mudahan Allah akan
berbuat baik kepada orang yang mendengar sabdaku, lalu ia peliharanya dan
menjaganya serta menyampaikannya (kepada manusia). (HR. Turmudzi)
إ
ن القرﺁن انزل علي سبعة احرف (رواه النسائ)
Artinya : Sesungguhnya Al-Qur’an
diturunkan dengan tujuh huruf (HR. Nasai)
من بني لله مسجدا بني
الله له بيتا في الجنة (رواه التبراني)
Artinya : Barang siapa mendirikan
sebuah mesjid karena Allah, maka Allah akan mendirikan baginya sebuah rumah di
surga (HR. Thabarani)
كل شراب اسكر فهو حرام
(رواه البخاري)
Artinya : Tiap-tiap minuman yang
memabukkan , maka dia itu haram (HR. Bukhari)
إن الاٍسلام غريبا
وسيعوده غريبا (رواه الدارمي)
Artinya : Sesungguhnya agama Islam itu
timbul dengan keadaan asing dan akan kembali dengan asing (juga) (HR. Darimi)
كل ميسر لما خلق له
(رواه البخاري)
Artinya : Tiap-tiap orang dimudahkan
kepada apa yang sudah ditakdirkan baginya (HR. Bukhari)
6) Mutawatir
Lafdzi ini sebenarnya tidak termasuk dalam pembelajaran ilmu Hadist, karena
rawi-rawi yang menceritakan Hadist itu tidak perlu diperiksa dan dibahas lagi,
sebab tida syarat Mutawatir 37 sudah memadai untuk menetapkan keyakinan kita
akan benarnya dari Nabi SAW.
2.
Hadist Mutawatir Ma’nawi
Ma’nawi artinya secara ma’na.mutawatir ma’nawi ialah
mutawatir pada ma’na, yaitu beberapa riwayat yang berlainan, mengandung satu
hal atau satu sifat atau satu perbuatan. Ringkasnya, beberapa cerita yang tidak
sama, tetapi berisi satu ma’na atau tujuan atau hadist mutawatir ialah hadist
yang menyangkut amal perbuatan nabi, artinya
perbuatan nabi yang diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang banyak
lagi.
Contoh:
Sembahyang maghrib tiga rakaat.
Keterangan :
1) Satu
riwayat menerangkan, bahwa dalam hadlar (negeri sendiri) nabi sembahyang tiga rakaat.
2) Satu
riwayat menunjukkan, bahwa dalam safar nabi sembahyang maghrib tiga rakaat.
3) Satu
riwayat membayangkan bahwa di Mekkah
nabi sembahyang maghrib tiga rakaat.
4) Satu
riwayat mengatakan nabi sembahyang maghrib di Madinah tiga rakaat.
6) Dan
lain-lain lagi.
Semua cerita tersebut ceritanya
berlainan, tetapi maksudnya satu yakni menunjukkan dan menetapkan bahwa
sembahyang maghrib itu tiga rakaat.[5][5]
Menurut para ulama, sebuah hadist mutawatir
diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi di setiap generasi sudah cukup
bukti sebagai riwayat yang terpercaya
atau shahih. Jadi, tawatur bukanlah bagian “ilm al-isnad” yang menguji watak
perawi dan cara periwayatan hadist, dan mendiskusikan keshahihan hadist atau
kelemahannya untuk diterima atau ditolak. Sebuah hadist mutawatir, menurut para
ulama, hanya untuk dipraktikkan, sedang historisasinya tidak perlu
didiskusikan.
Para ulama berbeda pendapat mengenai
jumlah perawi pada setiap tingkatan yang harus dipenuhi oleh sebuah hadist
mutawatir.Beberapa ulama menentukan jumlah sampai tujuh puluh, ada yang empat
puluh, ada yang dua belas, dan bahkan ada ulama yang mengatakan cukup empat.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan sarjana muslim
tentang kehujahan (otoritas argumentasi) hadist mutawatir, karena dianggap
meghasilkan ilmu dan keyakinan dan bukan praduga (zhanni).[6][6]
3.
Hadits Mutawatir
Amali
Hadist mutawatir
'amali adalah:
Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah
mutawatir diantara kaum muslimin bahwa nabi melakukannya atau memerintahkan
untuk melakukannya atau serupa dengan itu.
Contoh:
Kita melihat dimana saja bahwa dzuhur dilakukan sebbanyak 4 raka'at dan
kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh islam dan kita
mempunyai sangkaan kuat bahwa nabi Muhammad memerintahkan demikian.
Disamping pembagian hadist mutawatir sebagainama tersebut diatas, juga
ulama' yang membagi hadist mutawatir menjadi 2 (dua) macam saja. Mereka
memasukkan hadist mutawatir 'amali kedalam mutawatir maknawi oleh karnanya
hadist mutawatir hanya dibagi menjadi mutawatir lafdzi dan maknawi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan definisi-definisi yang telah di
uraikan di atas, maka dapat di ambil
kesimpulan bahwa sebuah hadist mau di anggap sebagai mutawatir dan menempati
pasisi sebagaimana mutawatir sendiri itu harus memenuhi syarat dan ketentuan
yang telah di tetapkan sepertihalnya penjelasan yang telah di uraikan, dan
hadist mutawatir sendiri tidaklah sesempit apa yang kita ketahui selama ini
melainkan masih terdapat dua peninjauan untuk di ketahui seperti yang sudah
kita baca barusan, yaitu mutawatir lafdzi dan mutawatir ma’nawi,
B. Saran
Penulis menyadari bahwa , dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak
yang kesalahan
dan kekurangan yang perlu
di benahi, walaupun kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi apa yang kami usahakan masih jauh bahkan tak mendekati taraf kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan
saran para pembaca sangatlah kami harapkan, terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Tim
Penyusun Kamus Besar bahasa arab. Cet 4,( Jakarta Balai Pustaka,2007) hal
741
M
Arifin,Ilmu Islam,
suatu tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan inter disipliener.
Cet 4, jakarta, Bumi Aksara, 1996. Hal 61
Armai
Arif, Pengantar Ilmu dan metodologi islam, Jakarta, Ciputat
Press, 2000 hal 84
Hasan
Langgulung, Asas asas ilmu hadist
Islam,edisi revisi, Jakarta, alhusna zikra,2000.
Hal 350
Ramayulis ,Metodologi
pengajaran agama islam atas dasar hadist dan al-qur’an, cet
3: Al-Hadisah2001.hal
3
0 Response to "makalah hadist mutawatir " macam macam hadist ""
Posting Komentar