"NIKAH MUDA" special kajian tentang perintah menikah .

بسم الله الرحمن الرحيم
Tulisan ini muncul ketika alfaqir membaca sebuah goresan pena dalam buletin yang di keluarkan oleh salah satu pesantren di jawatimur dengan judul “ Yuk, NIKAH MUDA” dalm tulisan tersebut terdapat kutipan “imam al-ghzali menjelaskan beberapa manfaat nikah salah satunya ialah memperbanyak keturunan, hal ini mudah apabila mempunyai lebih dari stu istri sedangkan dalam zaman sekarang ini tidak lah mudah melakukannya. Alternatif terbaik ialah nikah di usia yang cukup muda “.
Pertanyaan dari tulisan di atas ialah :
terus bagaimana kita mencukupi mereka ? kalau kita tidak mempunyai persiapan sosial, ekonomis, psikologis hingga agama ?
memang benar allah maha kaya dzat yang tidak pernah tidur , dzat yang maha mendengar , dzat yang maha memudahkan segala urusan ,tapi apakah allah langsung menurunkan popok, susu , sehingga kebutuhan yang lain langsung di hadapan kita saat kita membutuhkan ? ( penulis islam asli loh , jangan salah tanggap dengan tulisan in , hehehe )

kembali ke fokus permasalahan , setelah mebaca tulisan di atas penulis ingat dengan kajian hadist yang di lontarkan oleh Edi AH Iyubenu dalam buku “ BERHALA – BERHALA WACANA “  : rasulullah bersabda , “ menikah adalah sunnah ku, Barang siapa tidak mengikuti sunnahku , maka ia bukanlah dari golonganku “. ( HR. ibnu majah ) .kata “ Raghiba an “ dalam Hadist shoheh tersebut bila di artikan dengan tidak mengikuti atau membenci maka ada kesan bahwa MENIKAH itu wajib dan harus di segerakan . umumnya paham begini ditopang dengan hadist lain tentang perintah menikah , rasulullah bersabda “ wahai para pemuda barang siapa diantara kamu sudah mencapai ba’ah ( menikah / mampu berkeluarga ), menikahlah , sesungguhnya menikah mampu menjaga pandangan dan kemaluanmu barang siapa belum mapu , berpuasalah , sesungguhnya puasa itu mampu mengendalikanmu” ( HR. Bukhari dan Ibnu Mas’ud )
mari kita coba cerna bersama – bersama :
kata “ raghiba an “ bila di artikan tidak mengikuti atau membenci akan muncul perspektif ma’na seperti di atas jelas hal ini beda apabila kata “raghiba an “  di artikan tidak menentang maka efek ajarannya pun akan jelas berbeda. Bila “ raghiba an “  diartikan tidak menentang maka ajaran hadist tersebut tidak menyeru untuk CEPAT CEPAT MENIKAH  . letak ajarannya justru terletak pada kata “ MAMPU dan BELUM MAMPU “ , tentu sebagai ummat rasul kita tidak mungkin menentang sunnah rasul bukan ?.

Perubahan ajaran berkat perubahan ma’na “ raghiba an “ akan terlihat kian kuat bila di topang dengan hadist kedua tadi , coba kita kaji kata kunci berikut :

Pertama “ syabab ” kata ini tepat diartikan “ pemuda “ bukan “anak muda”  ( fataa ). Pemuda secara epistemologis kita tahu adalah harapan bangsa ( hahahaha ) sosok yang telah memiliki “ kematangan BERPIKIR dan BERPRILAKU “. Anak muda adalah sekedar sosok yang baligh ; tak ayal kini anak muda identik dengan sebutan suka galau , mudah panas sebutlah ababil .
Teman teman semua pasti tau dong tentang “ SUMPAH PEMUDA “ yang di motori oleh para pemuda macam bung tomo , misal. Tidaklah pemikiran nasionalis yang hebat seperti itu di hasilkan oleh sekedar anak muda ; tidaklah mungkin bung tomo dan kawan – kawan penggerak sumpah pemuda adalah anak – anak muda yang sekedar baligh ,alay , dan ababil .
Bila yang memekikkan sumpah pemuda adalah anak – anak muda bisa jadi sumpahnya jadi begini :” loe gue ciyusan sepakat nih, bangsanya satu, bangsa yang gaul, asyik ,dam kagak pakek sakitnya tuh disini .”

Kedua “ man istatha’a”. fi’il ( kata kerja ) yang di pakai hadist tersebut adalah fi’il madhi (lampau) artinya perintah hadist tersebut ditujukan pada mereka yang TELAH MAMPU atau TELAH SIAP untuk menikah dan berkeluarga , yang telah siap menempuh plus minus nya berkeluarga bukan hanya sekedar yang siap ayang-ayangan atau kelonan tetapi juga siap secara ekonomis, psikologis, social hingga agama. Lalu bagian akhir hadist menggunakan kata “ lam yastathi’ “ yang secara ilmu sharf adalah kata kerja untuk masa yang akan datang , memberikan perintah bagi siapa yang belum siap atau belum mampu menikah hendaklah dia mempersiapkan diri untuk “ telah mampu tadi “.
            Tegasnya apabila jenengan semua belum siap untuk menikah (siap secara biologis, ekonomis ,psikologis, social hingga agama ) jangan paksakan diri anda untuk menikah sebab takut untuk di bilang “ tidak mengikuti sunnah rasul”. Tambahan lagi dalam sirah nabi kita mengetahui bahwa rsulullah SAW menikah dalam usia 25 tahun dengan khadijah. Cermatilah bahwa pada usia 25 tahun itu beliau “ telah” memiliki bekal siap yang baik secara ekonomis, psikologis, social , biologis hingga agama. Secara ekonomis beliau adalah seorang saudagar sejak lama perniagaan pada masa itu bukan hanya sekedar perniagaan yang ditunggui sejak pagi tapi melainkan menjelajeh ke negri lain sampai ke syam. Itulah bukti bahawa rasulullah melangsungkan pernikahan dengan khadijah saat beliau sudah siap dan dalam keadaan syabab .



                                “ jama’ah sosmed yuk siapkan diri untuk menikah “
Barakallah wa Rahimakumullah ……

30 april 2017
Saiful Rahman al mahbub



Related Posts: